IRM telah mengikrarkan dirinya sebagai Gerakan Kritis-Transformatif pada Muktamar XIV di Bandar Lampung tahun 2004. Gerakan Kritis-Transformatif mempunyai ciri; sadar, peka, dan peduli terhadap problem sosial, aksi nyata untuk melakukan perubahan terhadap problem tersebut, sadar akan solidaritas bersama untuk melakukan perubahan dengan gerakan lainnya, visioner dan mempunyai spirit ke-peloporan. Itulah tipe ideal gerakan IRM.
Secara normatif, praksis (teori dan praktek) Gerakan Kritis-Transformatif diharapkan memberikan daya hidup bagi IRM agar lebih progresif. Akan tetapi secara empiris, praksis gerakan ini mengalami berbagai ketegangan (tension). Hal ini disebabkan karena wacana kritis-transformatif direspon dan ditafsirkan secara beraneka ragam bentuk. Ada yang merespon, dan ada pula yang acuh tak acuh. Ada yang pro, dan ada juga yang kontra. Ada yang menyepakati dan ada pula yang menolak. Ada yang memahami dan ada pula yang tidak atau bahkan kurang tepat, kalau tidak boleh kita sebut salah. Singkatnya, gagasan dan praktek Kritis-Transformatif belum terinternalisasi secara mendalam di tubuh gerakan IRM.
Inilah realitas yang dihadapi, ternyata Gerakan Kritis-Transformatif belum terealisasi secara sempurna seperti idealisme rumusannya. Justru inilah yang seharusnya menjadi dasar berfikir kita untuk sungguh-sungguh merealisasikannya menjadi kenyataan bukan lagi angan-angan. Maka, kita membutuhkan langkah instrumental untuk menerjemahkan Manifesto Gerakan Kritis-Transformatif menjadi hal yang lebih implementatif di lapangan, sehingga mempermudah kader-kader IRM untuk dapat mempraksiskan Gerakan Kritis-Transformatif di masing-masing lingkup gerakan serta mampu menjawab persoalan. Langkah instrumental tersebut kita namai dengan STRATEGI GERAKAN KRITIS IRM, yaitu strategi gerakan yang mencoba menerjemahkan visi dan misi IRM berbingkai semangat Gerakan Kritis-Transformatif dalam beberapa aspek.
Adapun strategi-strategi itu adalah strategi gerakan ke-Islaman, intelektual, kebudayaan dan kemasyarakatan/sosial. Secara terperinci dipaparkan dibawah ini.
1. STRATEGI GERAKAN KE-ISLAMAN
IRM adalah gerakan Islam yang menegakkan nilai-nilai tauhid di muka bumi ini. Nilai-nilai tauhid yang telah diperjuangkan oleh para nabi sejak Nabi Adam AS hingga Muhammad SAW. Tauhid yang berisi ajaran amar ma’ruf (humanisasi dan emansipasi), nahi munkar (liberasi/pembebasan/perlawanan) dan tu’minuna billah (spiritualisasi). Tiga nilai itulah yang menjadi dasar bagi IRM untuk menjadikan Islam sebagai agama yang transformatif, agama yang kritis terhadap realitas sosial, pro-perubahan, anti ketidakadilan, anti-penindasan, anti-pembodohan serta memihak nilai-nilai kemanusiaan. Singkatnya itulah yang dinamakan Islam Transformatif menurut IRM. Islam yang menjadi cara pandang IRM dalam melakukan gerakan. Cara pandang yang harus tertanam kuat dan menghujam dalam setiap diri kader IRM.
Untuk mewujudkan IRM agar benar-benar menjadi Gerakan Kritis-Transformatif, maka strategi ke-Islaman yang harus kita bangun adalah Islam yang mempunyai karakter transformatif. Internalisasi Islam transformatif dalam diri kader dan gerakan menjadi syarat mutlak. Semakin kader memahami apa itu Islam Transformatif, maka semakin radikal (mendalam) pula pemahaman mereka dalam merealisasikan Gerakan Kritis-Transformatif di ranah perjuangan. Selama kader-kader kita belum memahami apa itu Islam Transformatif, maka selama itu pula Gerakan kritis-transformatif akan mengalami stagnasi. Karena pemahaman Islam Transformatif merupakan dasar bagi terbangunnya ideologi Gerakan Kritis Transformatif. Untuk membentuk ideologi tersebut diperlukan beberapa tahap:
a) Membangun tradisi pengkajian Islam berparadigma kritis-transformatif.
b) Mendistribusikan wacana Islam Transformatif secara massif di internal kader di seluruh struktur.
c) Membuat public sphere (ruang publik) sebagai forum dialektika pengetahuan, pemahaman, praktek keberislaman transformatif antar kader baik dalam bentuk pengajian, diskusi rutin atau di ruang maya (internet).
2. STRATEGI GERAKAN KADER
IRM adalah gerakan kader, maka kaderisasi merupakan tugas utama IRM. Kaderisasi merupakan media internalisasi nilai-nilai gerakan pada setiap kader. Tanpa adanya kaderisasi yang disiplin, maka menjadi faktor utama melemahnya gerakan. Dengan adanya kaderisasi yang disiplin, sistematik dan berorientasi futuristik diharapkan mampu menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks. Dalam kaderisasi yang ideal inilah nilai-nilai Islam kritis-transformatif dapat terus disemaikan. Internalisasi nilai-nilai kritis-transformatif yang mampu mendorong kader untuk mengeksternalisasikan dalam kehidupan, baik dalam ruang lingkup individual maupun gerakan, sebagai kader ikatan, Muhammadiyah, bangsa, dan kemanusiaan.
Untuk merealisasikan tujuan ideal di atas maka dibutuhkan strategi gerakan, yaitu:
1) Disiplin menerapkan pengkaderan di setiap tingkatan.
2) Memperbanyak aktivitas-aktivitas perkaderan, baik bersifat formal maupun informal ke semua jenjang kepemimpinan.
3) Melakukan pendampingan intensif terhadap kader-kader gerakan.
4) Memberi wadah aktualisasi potensi bagi para kader sesuai dengan minat dan bakat dalam bingkai Gerakan Kritis-Transformatif.
3. STRATEGI GERAKAN INTELEKTUAL
IRM adalah gerakan berbasis pelajar dan remaja yang diidealkan mempunyai karakter kritis-transformatif, pro perubahan kapan dan di mana pun berada. Karakter intelektual yang mempunyai ciri berfikir dan bertindak secara ilmu-iman-amal, iman-ilmu-amal, amal-ilmu-amal secara dialektis. Tidak memandang remeh salah satu di antara ketiga dimensi tersebut (ilmu-iman-amal), tetapi memandang ketiganya sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi dan harus dimiliki oleh setiap kader. Kader yang mampu mendialektikakan ketiga dimensi itu dalam ranah perjuangan dapat kita sebut sebagai intelektual kritis-transformatif. Yaitu kader yang bukan hanya pandai berwacana teoritik saja atau, shaleh ritual an sich dan kerja-kerja teknis organisatoris saja, tapi kader yang mempunyai wacana pemikiran radikal (mendalam), juga shaleh sosial dan beramal/partisipasi aktif mewujudkan perubahan sosial. Kader-kader yang mempunyai ciri-ciri seperti inilah yang nantinya mampu menjadi pelopor gerakan kritis-transformatif.
Untuk mewujudkan kader yang mempunyai ciri intelektual kritis-transformatif, sebagai pelopor gerakan, maka IRM memerlukan sebuah strategi intelektual. Strategi intelektual ini dapat kita wujudkan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Mentradisikan membaca sebagai aktivitas wajib kader.
2. Melatih berfikir filosofis atau radikal (mendalam).
3. Menulis sebagai media untuk menuangkan ide, gagasan, dan pemikiran.
4. Membuat ruang dialektika, diskusi, dan sharing sebagai media berlatih berfikir dan bertindak kritis.
5. Merealisaikan pemikiran dalam sebuah tindakan serta merefleksikannya sebagai langkah untuk menteorisasikan kembali pengalaman-pengalaman lapangan yang diperolehnya.
Dengan menerjemahkan strategi itu baik sebagai aktivitas kader maupun gerakan, maka niscaya tradisi intelektual kritis di lingkungan IRM akan terbangun. Tradisi intelektual kritis inilah yang akan mempercepat terwujudnya Gerakan Kritis-Transformatif. Semakin minimnya tradisi intelektual kritis, maka semakin sulit pula bagi IRM untuk dapat mewujudkan gerakan tersebut.
4. STRATEGI GERAKAN KEMASYAKATAN/SOSIAL
IRM mempunyai visi kemasyarakatan dan mempunyai misi sebagai gerakan sosial (baca; di kalangan pelajar dan remaja). Sebagai gerakan sosial, IRM memantapkan dirinya berparadigma kritis-transformatif, yaitu gerakan yang mempunyai ciri kritis terhadap realitas sosial, anti-ketimpangan, anti-penindasan, anti-ketidakadilan, anti-kebodohan, pro-perubahan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. IRM bercita-cita mengangkat harkat dan martabat manusia (khususnya pelajar dan remaja) dalam kondisi yang lebih manusiawi, adil, egaliter, damai, sejahtera lahir dan batin. Maka apabila ada dehumanisasi, ketidakadilan, diskriminasi, penindasan, dan pembodohan IRM akan bersuara lantang dan maju ke depan untuk melakukan perubahan, baik itu dengan penyadaran, pendampingan, pemberdayaan, maupun perlawanan.
Realitas kedhaliman di bumi ini semakin hari semakin canggih dan tidak kita sadari kehadirannya. Oleh karena itu, sebagai gerakan IRM harus kritis membaca segala bentuk kedhaliman dalam realitas sosial ini. Bagaimana agar IRM kritis terhadap realitas sosial ?
1. IRM harus terlibat aktif bersama massa rakyat dalam pergulatan sosial untuk menemukan problem sosial.
2. IRM harus mampu membaca dan mengenali stakeholders (pihak-pihak yang terkait dalam masyarakat) sehingga IRM bisa memetakan posisinya.
3. Dapat menjelaskan bagaimana relasi/hubungan yang terjadi dalam stakeholders dan realitas sosial tersebut, apakah ada yang dirugikan atau ada yang diuntungkan? Ada yang ditindas-ada yang menindas? Kalau relasi timpang itu terjadi, apa yang harus dilakukan IRM?
4. Jelas yang harus dilakukan IRM adalah men-transformasi/merubah relasi sosial tersebut agar lebih adil dan manusiawi dan berpihak kepada kelompok yang tertindas. Tahapan-tahapan menjadi kritis inilah yang kemudian di IRM disistematiskan menjadi ANSOS (Analisa Sosial). Ansos bagi IRM menjadi pisau analisis untuk menjadikan kader-kadernya kritis terhadap realitas sosial. Dengan ansos ini pula, IRM diharapkan mempertajam gerakan sosialnya.
5. Melakukan pendidikan politik bagi rakyat (pelajar dan remaja) secara massif, khususnya tentang apa itu negara? Apa tujuannya? serta Relasinya dengan rakyat dalam perbincangan politik.
6. Merespon wacana-wacana politik kontemporer dalam perspektif politik advokasi kerakyatan.
7. Melakukan aksi-aksi politik-advokatif untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
5. STRATEGI GERAKAN BUDAYA
Sebagai gerakan pelajar dan remaja IRM harus mampu membangun tradisi kebudayaan yang kritis-transformatif. Budaya kritis-transformatif adalah budaya yang disemangati oleh nilai-nilai amar ma’ruf (humanisasi, emansipasi), nahi munkar (liberasi/pembebasan) dan tu’minuuna billah (spritualisasi). Budaya terbentuk dari tiga unsur; 1. Sistem ide, gagasan, dan pemikiran 2. Sistem tindakan dan 3. Sistem artefak atau bendawi. Ketiga unsur itu merupakan satu kesatuan dan kesatuan itu harus merepresentasikan nilai-nilai kritis-transformatif di atas.
Seni merupakan jenis budaya yang cukup strategis untuk dikembangkan di kalangan pelajar dan remaja serta dijadikan sebagai alat perjuangan gerakan kritis-transformatif. Seni yang mampu membangun kritisme terhadap realitas sosial, menyuarakan kepedihan penindasan dan ketidakadilan, membangun semangat perlawanan terhadap kedholiman serta seni yang mampu menghadirkan Tuhan yang berjuang bersama untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai seni tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk karya lagu, puisi, cerpen, novel, drama, teater, lukisan, poster, kaos, karikatur, monolog dan sebagainya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai ke-Islaman.
Dan untuk mewujudkankan seni kritis-transformatif itulah dibutuhkan kader-kader yang secara serius menggeluti, membuat genre baru tentang kebudayaan yang kritis-transformatif. Tapi yang menjadi perhatian kita adalah, bahwa selama ini kita belum mampu memproduksi artefak-artefak seni budaya yang dikenal dan cukup mempengaruhi masyarakat atau bahkan gerakan kita sendiri. Oleh karena itu strategi budaya yang dapat kita lakukan adalah:
1. Membangun komunitas seni-budaya kritis-transformatif.
2. Memproduksi artefak-artefak seni-budaya dalam berbagai hal (lagu, puisi, cerpen, karikatur, lukisan, kaos, poster, pin, stiker dll) yang mengandung nilai-nilai kritis-transformatif.
3. Mendistribusikan secara massif.
Apresiasi artefak-artefak tersebut baik untuk kader-kader kita maupun orang lain. Dengan melakukan tiga hal itu insya Allah kita akan mampu membangun subkultur baru ala IRM yang kritis lagi mencerahkan.
Home »
» STRATEGI GERAKAN KRITIS
0 komentar:
Posting Komentar